Image Credit: http://inc-asean.com/
Penyedia layanan non tunai bernama Kartuku saat ini tidak bisa dipandang sebelah mata, terlebih perusahaan ini sudah masuk kedalam jajaran Rising Star diantara pemain fintech Asia Tenggara. Semua ini tentu berhasil karena peran sang pemilik, Niki Luhur dalam mengelola Kartuku.
Lahir di Jakarta 33 tahun yang lalu, Luhur telah meninggalkan rumah dan tinggal di Asrama Sekolah Cate School di Amerika sejak tahun 1997. Luhur tetap tinggal di Amerika Serikat untuk melanjutkan studi nya di Universitas Tufts pada tahun 2001 – 2005. Semenjak dulu, Luhur sudah memiliki tekat untuk menjadi bagian dari Silicon valey, hal ini menjadi motivasinya untuk ikut dalam program enam bulan di UC Berkeley’s Haas School of Business. Dia juga berhasil memenangkan beberapa kompetisi yang membawanya berkarir di beberapa perusahaan teknologi.
Di tahun 2006, Luhur menerima telepon dari sang ayah yang memintanya untuk kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Kartuku dimana ayahnya adalah investor utama.
Image Credit: https://twitter.com/kartuku
Pada masa itu, sistem pembayaran di Indonesia masih menjadi sesuatu yang mewah. Toko yang sudah menyediakan EDC saat itu juga belum banyak, bahkan mereka yang sudah menggunakan masih harus kesulitan menghadapi situs penghubung bank yang berbeda-beda.
Luhur bertekat untuk memudahkan proses pembayaran dengan menggabungkan para pemain kunci; Bank, pedagang, dan agen pembayaran. Kartuku berhasil menyediakan perangkat seperti EDC sebagai media pembyaran langsung serta software layanan pembayaran via internet untuk para pelanggan.
Menurut Luhur sekmen pembayaran elektronik baik penggunaan debit atau kartu kredit mulai naik dengan stabil di angka 15-20% dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di Indonesia. Walaupun dia cukup optimis dalam meilihat perkembangan bisnis ini serta tetap memperhatikan pesaing yang muncul tanpa diduga seperti Go Pay, dia selalu percaya bahwa masih ada ruang untuk pembayaran non tunai tradisional berkembang.
Luhur percaya bahwa semua penyedia layanan keuangan memiliki tujuan yang sama, yaitu bagaimana cara kita menggantikan uang tunai. Ini semua bukanlah mengenai Bank malawan fintech tetapi mengenai bekerja sama mewujudkan hal tersebut.
Image Credit: https://twitter.com/kartuku
Melalui bentuk keuangan non-tunai, hal ini dipercaya juga akan meningkatkan transparansi dan pemungutan pajak yang lebih jelas sekaligus menekan kegiatan melawan hukum seperti pencucian uang, pembiayaan terorisme serta biaya percetakan uang yang mana biaya ini lebih besar dari pada nilai uang setiap lembarnya.
Asosiasi Fintech Indonesia saat ini mencatat bahwa ada 81 startup dan 20 perusahaan besar (didominasi oleh Bank) yang telah bergabung. Hal ini juga menjadi indikasi bahwa sektor fintech di Indonesia sedang berkembang sehingga masih terlalu cepat untuk dapat menyimpulkan kemana arah perkembangan ini. “Pembayaran adalah sebuah bidang yang sangat luas dan memiliki berbagai macam sekmen didalamnya, tetapi nantinya pasti akan mengerucut menjadi beberapa pemain besar saja yang bisa mendapatkan konsumen,” begitu ujar Niki Luhur.
0 Comments